Rabu, 29 Februari 2012

Polemik Korupsi Dunia Pendidikan

Generasi pilihan masa depan dibentuk melalui pendidikan yang sehat. Sebaliknya generasi yang gagal juga dibentuk oleh proses pendidikan yang sekarat. Kini, kelahiran generasi koruptor intelektual merupakan refleksi corrupted mind yang merasuki ranah pendidikan formal. Kegagalan pendidikan yang hampir tak bisa dipercaya tatkala terujar insinuasi sekolah mencetak koruptor.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, praktik korupsi di Indonesia sudah menjalar ke berbagai sektor, termasuk sekolah dan pondok pesantren. “Praktik korupsi tersebut dilakukan dengan berbagai modus mulai dari amatiran hingga profesional,” kata Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Ade Irawan.

Pernyataan tersebut bukanlah tanpa alasan karena terdapat banyaknya jalan yang dapat dilakukan oleh oknum-oknum (koruptor) di dalam lingkungan sekolah atau lingkungan dunia pendidikan untuk menikmati uang haram dengan berbagai macam modus. Salah satu contoh adalah iuran-iuran yang dipungut oleh pihak sekolah kepada orang tua siswa seperti, iuran perpisahan, iuran pengecatan ruangan, iuran kenang-kenangan dan lain sebagainya.

Praktik-praktik konvensional seperti ini adalah praktik yang dalam pelaksanaannya biasanya tanpa ada suatu laporan pertanggungjawaban, karena ini merupakan suatu kebijakan yang dibuat sendiri oleh pihak sekolah yang dilakukan secara sistemik. Meskipun ada suatu laporan pertanggungjawaban kepada orangtua siswa namun dalam pelaksanaannya sangat sering terjadinya mark up anggaran dan biasanya laporan itu sendiri tidak akan dipedulikan atau tidak dimengerti oleh orangtua siswa. Aliran dana ini tidak cuma mentok dalam internal sekolah, namun seterusnya dialirkan ke kas dinas lalu ke wali kota atau bupati dan masuk juga ke kas partai (baca; ICW) lewat rekening-rekening liar.

Sesunguhnya dengan APBN 20% yang dianggarkan untuk dunia pendidikan tidak wajar lagi adanya praktik-praktik korupsi seperti ini dalam dunia pendidikan. Dan sangat memalukan lagi bahwa negara kita adalah salah satu dari negara di dunia dengan alokasi dana terbesar (20%APBN) untuk dunia pendidikan. Apa yang akan terjadi pada bangsa kita nanti jika tunas-tunas yang akan tumbuh telah diajarkan bagaimana cara korupsi, dilihatkan seperti apa itu korupsi dan mencontoh perbuatan keji orang-orang (koruptor) yang seharusnya menjadi panutan yang baik untuk mereka. Cocok juga kata pepatah dengan apa yang terjadi saat sekarang, Guru kencing berdiri, Murid kencing berlari.

Waktu Ladang Uang
Ujian Nasional bagi siswa-siswi kelas 3 SMA/SMP atau sederajat dan kelas 6 SD telah berlalau. Berarti sudah datang juga waktunya mencari sekolah baru yang terbaik untuk melajutkan pendidikan. Namun pada saat-saat sekaranglah waktunya bagi para koruptor dunia pendidikan mengais keuntungan. Para pelajar baru dijadikan sebagai ladang uang yang dimintai berbagai macam bayaran jika ingin diterima sebagai pelajar baru di suatu sekolah.

Seperti contoh kasus yang dihimpun dari seorang sumber yang menyatakan pada suatu sekolah di Sumbar yang mengharuskan seluruh siswa membeli bahan seragam yang dijual sekolah. Ketika daftar harganya di cek ke toko, dengan harga dari sekolah bisa digunakan membeli tiga potong bahan seragam. Anehnya, sekolah berdalih sengaja ada keuntungan untuk membeli seragam batik guru. Anggapan mereka sekolah lain lebih parah lagi, lalu mengapa hanya sekolah ini yang ditanyai.

Itu merupakan salah satu contoh tindak korupsi yang terjadi dalam lingkungan sekolah. Saat ini sangat pas karena sekarang perputaran uang di lingkungan sekolah sangatlah besar. Dan mungkin masih banyak pungutan-pungutan lainnya yang memiliki indikasi korupsi yang wajib dibayarkan murid baru sebelum benar-benar diterima pada sebuah sekolah.
Sumber:padangekspres.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar